Kamis, 19 November 2009

Pemanfaatan pendekatan psikologi lingkungan arsitektur

Bisakah pendekatan psikologi lingkungan arsitektur digunakan untuk menjelaskan mengapa suatu bangunan dimanfaatkan tidak sesuai dengan rancangan peruntukannya, atau bangunan yang dimanfaatkan penggunanya setelah dilakukan perubahan tatanan setting fisiknya, atau mengapa mangga dua surabaya kurang ramai dari mangga dua jakarta? Jawabannya : BISA!

9 komentar:

  1. menyambung urusan Royal Plaza Shopping Complex Surabaya,
    yang katanya salah target market dan harus dirubah itu,
    saya hanya mau menambahkan suatu penalaran produk yang juga seharusnya salah target, tapi karena di segi lain nya sangat berhasil, maka siapa berani merubah produk gara2 salah target.
    Semua orang kenal Mie Instant ?
    Mie Instant di target kan untuk supaya orang INDONESIA tidak tergantung pada Nasi/ Beras, dan sebagai alternatip pangan bagi rakyat INDONESIA, dimana saat itu disadari kalau masalah beras ini akan jadi problem dunia.
    setelah ber-tahun2, Mie Instant saat ini dimakan oleh sebagian besar masyarakat sebagai LAUK, jadi makan NASI dengan lauk Mie Instant.
    >apa nya yang salah ?
    dari segi KarboHidrat > terpenuhi
    dari segi bisnis > hebat
    >apa perlu diganti karena ber metaforfosa kebutuhan nya ?
    ternyata HIDUP yang berjalan seperti AIR mengalir mencari sumber nya lah yang akan bertahan. Demikian lah juga suatu PRODUK, termasuk hasil karya ARSITEKTUR.
    Wassalam, harikesuma

    BalasHapus
  2. Tks, pak Hari. Arsitektur yg mengalir berarti arsitektur yg mengikuti proses kehidupan masyarakat penggunanya dan memahami gerak kehidupan mereka.Ini berarti arsiteknya mau berusaha mempelajari/ memahami behavioral subsystems dan needs dari pengguna/ calon pengguna arsitekturnya. Dari pemahaman tersebut kemampuan memprediksi persepsi dan pemaknaan pengguna thd arsitekturnya akan meningkat (Hershberger, 1977 dan Amiranti, 2009), yg bermuara pd tk keberhasilan arsitektur yg meningkat juga. Bahwa pd proses perancangan dan launching-nya membutuhkan sedikit sentuhan attitude forming, adalah wajar2 saja. Bravo, pak. Hari. Saya tunggu komentar yg lain, juga dr para arsitek profesional lainnya.

    BalasHapus
  3. Memang hasil penelitian mahasiswa Petra yg menyatakan adanya kesalahan target dari pengunjung Royal Plaza hrs betul2 dikaji kebenarannya. Kajian kesesuaian antara behavioral subsystems dan needs dari pengunjung sekarang (yg berujung pada cara mereka membaca message yg terpancar dari bangunan dan lingk Royal Plaza) dg Royal Plaza dpt membantu menjernihkannya. Yg jelas, benar adanya bhw Royal Plaza makin ramai pengunjung saat ini. Let it be serta mengapa tidak ?? Pertanyaannya : apa mmg perlu dilakukan re-segmentasi spt dinyatakan teman2 arsitek yg lain??

    BalasHapus
  4. >Nggak salah ... IBU !!! target nya
    >Owner nya hanya perlu TRAFFIC, dan ternyata DAPAT traffic yang banyak
    >dari situ di RUPS nya perusahaan terbuka dapat nya uang, supaya CREDITOR nya yakin kalau MALL nya berhasil dengan pengunjung nya
    >Developer tidak pernah berharap mendapat TRAFFIC dari orang2 GRAHA FAMILI or GALAXY
    >kalau hanya melihat bentuk dan tampak bangunan saja > TIDAK bisa dikatakan kalau bangunan itu MAHAL untuk masyarakat lingkungan nya > Harga bangunan nya STANDARD
    >CashFlow projection sudah di buat dan dipelajari sebelum projek dibangun oleh orang2 yang pintar juga dalam bidangnya
    >Jadi... biarlah yang mau berubah FUNGSI sesuai dengan WAKTU , JAMAN dan LINGKUNGAN nya selama tidak ber akibat NEGATIP
    >Jadi POINT saya, ROYAL PLAZA memberi dampak positip pada perilaku masyarakat sekitarnya.
    >Urusan DEVELOPER ... mohon dibahas pada sesion PROPERTY FINANCE.
    Wassalam, harikesuma

    BalasHapus
  5. Mangunwijaya berpendapat bahwa arsitektur adalah bangunan yang memiliki guna dan citra. Dalam hal guna, saya sependapat dengan Phillips Johnson: semua bangunan bermanfaat dan dapat digunakan. Kolong jembatan yang ditambah sekat adalah rumah bagi sebagian orang, dan halte bus bisa disulap menjadi kafe yang nyaman berkat kehadiran penjual, mungkin juga gudang dapat menjadi mushola.
    Konsep citra Mangunwijaya secara umum merupakan suatu konsep behavioral subsystem yang membentuk arsitektur. Mirip pendapat Mies van Der Rohe yang menyatakan arsitektural merupakan cerminan kondisi budaya masyarakat.
    Sebagai preseden dalam membahas kasus ini, Hi Tech Mall merupakan contoh yang baik. Sewaktu saya SD tahun 90-an, saya teringat mall ini (yang sudah saya lupakan nama aslinya, mungkin THR Surabaya Mall?) pernah menjadi yang terkemuka di Surabaya, yang paling berkesan adalah festival dengan membuat miniatur Tugu Pahlawan dari roti, dan segala macam acara lainnya.
    Pada waktu saya SMA— menuju peralihan ke abad 21, masih segar dalam ingatan saya kalau mal ini hanya terisi tidak sampai separuhnya. Waktu itu saya masih kos di daerah Ambengan. Sebagai pecinta hardware komputer, hampir tiap minggu saya jalan-jalan ke mall ini, biasanya bersama beberapa teman SMA.
    Namun sekarang bisa dilihat, kalau mall ini cukup ramai. Bila kita melihat orang-orang yang membawa CPU, printer, monitor, dsb, dijalanan kota Surabaya, akan segera terbayang bahwa orang tersebut dari atau akan ke Hi Tech Mall. Citra yang kuat telah mengubah mall ini.
    Bisa diduga, yang mula-mula terjadi waktu itu adalah persaingan sengit antar manajemen mall, kemudian THR kalah, untung tidak sampai mati. Namun manajemen THR (entah diganti atau diambil alih) me-rebranding menjadi Hi Tech Mall, dengan melihat kekosongan kursi penguasa pasar komputer (PC) dan handphone (HP) beserta segala aksesorinya yang belum eksis di Surabaya saat itu. Mungkin waktu itu ada WTC Surabaya yang mengendalikan peredaran HP (bahkan pameran komputer waktu itu hampir selalu diadakan di sini), namun berkat perkembangan tautan kuat antara HP dan PC saat ini, yang belum pernah terjadi sebelumnya, ‘thanks to technology advancement”, menjadikan Hi Tech Mall berjaya (kembali). Kebutuhan/motivasi pengguna ini direspons dengan baik oleh pihak manajemen.
    Dari pola ini mungkin bisa diprediksi, tak lama lagi Hi Tech Mall akan dipenuhi konter HP. Seperti yang sudah terjadi di ITC Kebon Kelapa, dan Bandung Electronic Center, Bandung. Ke-gandrung-an dan ke-gengsi-an masyarakat Bandung terhadap HP, yang lebih tinggi daripada Surabaya, telah melahap kios-kios lain pada kedua mall tersebut, untuk dilahirkan kembali sebagai konter HP (untuk kasus BEC, seluruh lantai basement!).
    Yang perlu diperhatikan disini bahwa dalam upaya revitalisasi ini, Hi Tech Mall bahkan tidak merubah tatanan fisik sama sekali (hanya beberapa pengubahan penggantian penempatan poster-poster bertema komputer berukuran besar pada façade). Perubahannya lebih terletak pada tataran konsep, merespons kemajuan teknologi dan kebutuhan (yang mendasari perilaku) pengguna. Hal ini saya masukkan dalam pengubahan citra.
    Mungkin yang pantas dicantumkan disini, saya berpendapat, hingga sekarang, tidak akan bisa menyaingi Tunjungan Plaza, karena statusnya sudah merupakan ikon, salah satu simbol kemegahan Kota Surabaya. Perilaku masyarakat, terutama di Surabaya, sudah terbentuk, untuk mengaguminya.
    Mungkin pada posting diatas saya melihat adanya suatu pengubahan target market pada Royal Plaza. Dalam hal kasus Hi Tech Mall, tidak demikian adanya. Target marketnya sama, respons terhadap kebutuhannya berbeda, dimana dulu tidak ada HP dan hanya ada sedikit PC, namun sekarang sudah menjadi kebutuhan.
    Menarik. Dari segi eksisting yang segalanya sama, target market yang sama, dengan hanya merespons perubahan kebutuhan (needs), Hi Tech Mall mampu bangkit dari hibernasi.

    BalasHapus
  6. Sekarang beralih ke Mangga Dua Surabaya.
    Mungkin yang pertama kali saya lakukan adalah mempertanyakan, kenapa dibangun di tempat tersebut? Mungkin insting sebagai perancang membawa saya kesana. Namun apapun yang terjadi waktu itu, hanya ada dua kemungkinan: lokasinya ditentukan lewat analisa site atau karena keterbatasan lahan. Disini yang saya maksudkan adalah guna (dimanapun akan bermanfaat).
    Jika kita simak kondisi sekitarnya, di daerah sekitar Mangga Dua Surabaya ada pasar (dulunya) tradisional wonokromo telah menjajah perdagangan disitu sejak jaman dahulu kala. Citra rupanya membawa peranan penting. Kemungkinan besar Wonokromo membawa pengaruh citra kumuh kedalam kawasannya. JAlan masuk yang sulit memperkuat kekurangan kondisi tapak ini.
    Yang terjadi sekarang adalah adanya keberadaan Darmo Trade Center relatif ramai, di lokasi bekas pasar yang dulu. Jadi citra lokasi memagang peranan disini. Citra lokasi tentu saja dipengaruhi behavior subsystem penggunanya, dimana pada DTC kebanyakan berupa pedagang kelas menengah-bawah.
    Konsep stadion Super Bowl di Amerika Serikat merupakan penerapan konsep yang sebaliknya. “Build, and they will come”. Tidak peduli dimanapun tempatnya, pelanggan akan datang.
    Dalam hal ini, saya menduga, berdasarkan preseden kesuksesannya di suatu tempat (Jakarta), pengembang (Mangga Dua) berekspansi mengembangkan tempat lain tanpa memperhatikan behavioral subsystem calon pengguna di tempat lain.
    Seperti memaksa . . .. Padahal dari preseden kasus-kasus diatas dapat kita lihat bahwa tampang bangunan menurut warga Surabaya tidak terlalu penting
    Sangat disayangkan sang arsitek, tidak membuat sesuatu yang “lain daripada yang lain” atau “ wajib di kunjungi”. Mungkin disini arsitek (seperti kebanyakan arsitek lain) bertindak selaku bawahan, sehingga menuruti semua kata majikan. Pada kasus THR Surabaya Mall yang membuat pertunjukan spektakuler waktu pembukaannya, landmark arsitek apapun yang dibuat, mungkin hanya akan bisa mempertahankan pengunjaung sementara waktu, kecuali memindah Mangga dua ini ke lokasi lain. Yang seharusnya dilakukan adalah mempelajari trend yang berlaku di masyarakat, untuk kemudian dicari bagaimana kebutuhannya, untuk diterapkan pada konsep perdagangannya, bukan perancangannya.
    Seperti diungkapkan para penghasil teori (salah satunya Holahan, 1982) yang dianggap sebagai model pendekatan lingkungan dan perilaku, bahwa pengguna akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mungkin terlupa bahwa yang harus melakukan adaptasi dalam hal ini adalah pengembangnya, bukan tempatnya (menilik kredo arsitek: dimanapun tempatnya, kita harus bisa), bukan pengguna-konsumen. Atau mungkin mereka lupa bahwa manajemen merupakan pengguna juga, yang menggunakan tempat ini sebagai penghasil keuntungan bagi mereka?

    BalasHapus
  7. dengan adanya 2 mall lagi yang akan buka di daerah barat, satu telah selesai bangunan nya (LENMARK) satunya lagi CIPUTRA WORLD.
    Dan melihat kondisi nya GRAHA FAMILI pun akan membuat sesuatu yg unik sebagai Commercial di sebelah Mc.D.
    >apakah itu akan mempengaruhi perilaku masyarakat sekitar nya, mungkin dengan radius 5 km ?
    >Apakah siap masyarakat nya dibanding dengan tingkat Ekonomi Surabaya yang mungkin hanya 205 dari daya beli masyarakat JKT ?
    >ternyata teori SPENDING,,,SPENDING,,,SPENDING itu bisa merubah Wajah suatu KOTA ?
    >apa benar ???
    >Dan ternyata SUPPLY create DEMAND, apa sudah berlaku di INDONESIA ???

    BalasHapus
  8. ralat > 20% bukan 205

    BalasHapus
  9. >apakah itu akan mempengaruhi perilaku masyarakat sekitar nya, mungkin dengan radius 5 km ?

    wah agaknya mungkin lebih 'mengena' bila wabah indo/alfa-mart yang dikritisi...lagi nge-tren lo.

    (@bu amik: ada tambahan nih bu..
    baru dan smg lebih mencerahkan)

    slm,
    ysfn

    BalasHapus