Minggu, 22 Februari 2009

Seorang teman pernah bertanya kepada saya : Bagaimana ciri suatu ruang/ bangunan sehingga dapat dikategorikan sebagai suatu "behavior setting" (BS)? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mestinya sih kita harus melihat kembali pada unsur-unsur dan persyaratan terbentuknya BS, yaitu : adanya aktivitas ber- ulang - pola perilaku tetap, adanya suatu lay-out lingkungan tertentu (tempat berlangsungnya pola perilaku tetap tesebut), terjadi hubungan harmonis antara pola perilaku tetap tersebut dengan (lay-out) lingkungan (synomorphy ), yang terjadi pada suatu periode waktu yang tertentu (Barker, dalam Lang, 1987 dan Porteous, 1977). Menurut saya terjadinya hubungan harmonis antara perilaku dan lingkungannya merupakan faktor penting dalam suatu BS. Nah, soal bagaimana mengukur/ menandai adanya hubungan harmoni (synomorphy) tersebut tentunya ada tekniknya sendiri (he-he). Pastinya yang namanya perilaku itu bukan hanya yang menyangkut "movement" saja lo! Mudah2an tulisan ini dibaca oleh teman saya itu.

8 komentar:

  1. >karena dasar Saya dari tahun2 FUNGSIONALIS,
    >jadi yang nama nya RUANG/ SPACE itu tercipta
    >Karena kebutuhan, seperti
    >supaya tidak terkena effek cuaca yang tidak dapat di accept oleh tubuh atau perasaan manusia atau benda hidup lainnya (binatang),
    >jadi tercipta lah pemikiran untuk membuat RUANG.
    >misalnya > tak mau kena panas ? maka terciptalah ATAP, tak mau kena angin ? maka terciptalah DINDING ...... dan lain2.
    >kemudian berkembang dengan tuntutan2 lainnya *dari suatu aktivitas *untuk ber aktivitas *melindungi saat ber aktivitas *dapat memproduksi suatu aktivitas.
    >>>itulah RUANG.

    BalasHapus
  2. >ternyata yang terjadi diruang perkotaan saat ini
    adalah kebutuhan akan dunia bisnis, bukan kebutuhan akan ruang itu sendiri,
    >juga aktivitas nya > terasa sekali dipaksakan oleh dunia bisnis,
    >maka terciptalah ruang2 di perkotaan yang dasarnya adalah kebutuhan akan menghasilkan UANG,
    >bukan kebutuhan dasar akan aktivitasnya sendiri,
    >meskipun ada yg berhasil menciptakan ruang dg dasar menghasilkan uang itu tadi.
    >tapi,,, apa itu benar ??? apa itu salah ???
    >karena ternyata kaidah bisnis yang oleh teori lama dikatakan "DEMAND create SUPPLY",
    telah berubah denga "SUPLLY will be created DEMAND"

    BalasHapus
  3. >keharmonisan bagi golongan tertentu, belum tentu harmonis untuk yg lain, jadi BS itu,
    belum tentu karena keharmonisan.
    >Contoh: bagi pedagang dan golongan masyarakat tertentu > Pasar KEPUTRAN (yg di daerah hampir sama dg katagori distrik 9 dan distrik 10 di Singapore) itu "SANGAT HARMONIS", tapi
    >Apa itu benar ???

    BalasHapus
  4. >dinegara kita yg disebut distrik RIVERVIEW itu identik dg. ?????
    >hal ini yang tidak pernah dimengerti dg. orang luar negeri yg tak pernah ke negara 3rd world.,
    >karena distrik yg disebut RIVERVIEW disana selalu identik dg. daerah yg mahal.
    >Sehingga tak ada satu developer pun di INDONESIA yg memakai kata2 RIVERVIEW untuk gimnik marketing nya untuk menjual produk nya,
    meskipun dekat dg. sungai atau kanal. (maaf... banyak teman yg tak bisa membedakan antara "sungai" dg "open canal" yg gede di sini)
    >>>ini bagian dari pelajaran BS ???

    BalasHapus
  5. 1. Kalau perilaku itu bukan hanya cara melakukan kegiatan yg nyata terlihat, ttp juga mencakup sikap, keinginan,preferensi,dsb, kayaknya kebutuhan akan ujud fisik berupa ruang akan seimbang dg kebutuhan akan ujud fisik berupa bentuk (dkk-nya)dalam arsitektur.
    2. Kalau "demand create supply" itu kayaknya sih cenderung mengakomodasi kebutuhan (needs) user di periode waktu penciptaan tertentu. Nah, kalau "supply create demand" itu cenderung mengarahkan selera user(melalui pembelajaran/ attitude forming), yg menurut saya akan lebih berhasil bila bisa membangkitkan "wants" nya user (ini berlaku bagi user yg kebutuhan pemenuhan "self-esteem"nya tinggi). Memang pada saatnya "wants" ini bisa berubah menjadi "needs" sesuai perkembangan jaman.
    3.Setuju banget. Keharmonisan utk gol tertentu blm tentu harmonis utk gol lain.
    4. Wah, kalau yg ini sih bener2 perlu pembelajaran lingkungan ya. Saya nggak berani komentar banyak.

    BalasHapus
  6. Memang kadang-kadang supply create demand, tapi kalau pas supply itu dapat diterima bisa langsung masuk. Umumnya sekarang orang suka tempat yang lapang, atau tempat yang variatif. tapi kalau volumenya (yang ditawarkan/ yang dibutuhkan) isinya kurang mendukung juga kurang diminati. Kayak kasus makalah yang dikirim, mall surabaya jl kusumabangsa, ketika barang fashion diganti elektronik jadi banyak yang datang. Sekarang kayaknya dunia fashion agak kurang, lebih suka untuk keperluan lain, seperti komputer, camera, hp dll.
    Kalau supply creates demand itu mungkin banyak bisa diterapkan pada dunia jasa, seperti tempat wisata, angkutan, misal taksi, kalau mobilnya baru2 jadi laris. Faktor harga juga mempengaruhi tapi tentu sasarannya disesuaikan, kalau klas menengah bawah faktor harga akan berpengaruh. kalau klas atas soal taste yang berpengaruh. Pulau sentosa singapore itu juga tempat wisatanya diganti-ganti settingnya biar orang penasaran, lalu datang lagi. Juga hotel/motel ditempat teman saya, suasananya/setting nya selalu diganti-ganti tiap tahun. pengunjungnya penuh terus. segitu dulu dari saya, thanks

    BalasHapus
  7. Ada 3 dasar pemikiran yg bisa saya sampaikan utk komentar pak Paulus (UK Soegijapranata Smrg)diatas, sekaligus sbg lanjutan diskusi saya dg pak Harry K terkait komentarnya Pebruari lalu.
    Pertama, bahwa orang sekarang suka tempat yg variatif, kayaknya cocok dg pendapat Barker (bapaknya konsep "behavior setting" = BS) yg menyatakan bhw makin banyak jenis BS yg dpt dihadirkan di suatu tempat/ruang/kawasan, maka tempat/ruang /kawasan akan makin "awet diterima" oleh penggunanya.
    Kedua, faktor harga mempunyai pengaruh thd klas menengah kebawah, sdg faktor taste lbh berpengaruh pd klas atas, kayaknya mmg sah2 saja,krn motivasi seseorang utk berperilaku (memilih) sngt dipengaruhi oleh "behavioral subsystem" (Parson, 1966, dlm Porteous, 1977 dan Lang,1987), yg a.l. mencakup subsistem (status & peran) sosial.
    Ketiga, pulau Sentosa diganti-ganti setting biar orang penasaran, (tentunya berlaku bagi mereka yg sdh pernah ke sana ya), karena setting baru akan memberikan proses psikologis hub manusia dg lingkungan yang baru pula, sehingga tingkat "exciting"nya bisa tetap dipertahankan.
    Tks atas komennya.

    BalasHapus
  8. Ada juga yang mengatakan bahwa taste pada manusia itu bisa berubah-ubah. Jadi taste masyarakat juga bisa berubah. Memang dibutuhkan kejelian dan kreativitas untuk membentuk setting yang nantinya diminati masyarakat.. Tks. Paulus

    BalasHapus